Pantulan Semangat Multikultural SurabayaULANG tahun Persatuan Sepakbola Surabaya ( Persebaya) tahun 2006 ini agak istimewa. Ultah ke-79 ini bertepatan dengan digelarnya putaran final Piala Dunia di Jerman. Masih banyak warga Surabaya, khususnya para pendukungnya yang disebut "bonek" (bondo nekat) belum sepenuhnya mengetahui sejarah klub kesayangan ini. Karena itu pada ultah ke 79 ini, ada baiknya kita melihat ke belakang.
Seperti bisa dibaca di Wikipedia, Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB).
Dalam perjalanan sejarahnya, klub ini juga pernah menorehkan beberapa prestasi dan langkah penting. SIVB bersama beberapa kalub lain turut membidani kelahiran Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Jogjakarta pada tanggal 19 April 1930.
Prestasi dan KontroversiKetika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada era ini Persibaja diketuai oleh dr Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951, dan 1952.
Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997 dan 2004.
Selain prestasi, Persebaya juga penuh dengan kontroversi yang dilakukan pengurus, segenap pemain dan para pendukungnya. Saat menjuarai Kompetisi Perserikatan pada tahun 1988, Persebaya pernah memainkan pertandingan yang terkenal dengan istilah "sepakbola gajah" karena mengalah kepada Persipura 0-12, untuk menyingkirkan saingan mereka PSIS Semarang
Kontroversi yang boleh jadi masih segar di ingatan kita adalah ketika tahun 2005 Persebaya menggemparkan publik dengan mengundurkan diri pada babak delapan besar sehingga memupuskan harapan PSIS dan PSM untuk lolos ke final. Atas kejadian tersebut, Surabaya kena sanksi 16 bulan tidak boleh mengikuti kompetisi Liga Indonesia
Semangat MultikulturalLalu yang menarik dari Persebaya adalah adanya semangat multikultural. Sepakbola memang pengusung jiwa multikultural. Ini bisa dilihat dari beragamanya ras dan etnis pemain di sepanjang sejarah Persebaya. Ketika pada 2004 Persebaya meraih juara Liga, pelatihnya Jacksen F. Tiago berasal dari Brasil. Pada tahun lalu, penjaga gawangnya Zheng Ceng berasal dari Tiongkok. Ceng pernah disambut Pak Dahlan yang pernah memimpin Persebaya selama 2002-2003di Graha Pena. Kehadiran Ceng mampu mengundang minat para penonton yang beretnis Tionghoa.
Sebenarnya berbicara tentang peran pemain Tionghoa dalam tubuh Persebaya hal ini juga pernah terjadi pada era Zaman Jepang dan awal Kemerdekaan. Klub Suryanaga adalah pemasoknya. Tapi tanpa menonjolkan etnis tertentu, berkat perpaduan berbgai etnis Persebaya menjadi pengusung semangat multikultural yang "vokal".
Bahkan sekarang, meskipun bermain di Divisi Satu, Persebaya tidak kehilangan jiwa multikulturalnya. Dimanajeri Indah Kurnia, klub yang saat ini memuncaki klasemen ini juga merekrut beberapa pemain asal mancanegara, seperti Everbarientos, Marcello Braga, dan Nataphong.
Semangat multikultural memang cocok dengan kondisi metropolis sebagai kota yang beragam. Keragaman adalah kekayaan yang mungkin belum banyak disadari oleh segenap warga metropolis. Penghormatan dan penghargaan kita akan keragaman akan mendorong terciptanya sebuah lingkungan kota yang kondusif untuk kehidupan (seperti berkerja dan beristirahat).
Bahkan penghormatan akan keragaman itu kini juga diusung ke Piala Dunia 2006 di Jerman. Piala Dunia 2006 kali ini mengambil topik Zu Gas bei Freunden (Saatnya untuk berteman atau bersaudara). Menurut ketua panitia Piala Dunia 2006 sekaligus legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, panitia mendapatkan ilham topik ini dari manifesto kaum humanis di tahun 1933. Semangat gerakan humanisme adalah "satu dunia" (One World) tempat, "semua manusia bersaudara" (Alle Menschen werden Brüder). Humanisme bertujuan mencapai tatanan masyarakat bebas dan universal, di mana manusia berpartisipasi secara cerdas dan sukarela untuk mencapai kebaikan bersama. (Baca tulisan saya Sepakbola, Agama, dan Ancaman Rasisme, Koran Tempo 14 Juni).
Persebaya memang menjadi semacam perekat yang paling memungkinkan untuk mewujudkan nilai-nilai mulia multikultural di metropolis yang majemuk ini. Tapi harus diakui, nilai-nilai mulia seperti itu juga rentan dibajak oleh semangat yang tidak sportif, seperti kerusuhan dan fanatisme membabi buta yang ujung-ujungnya adalah anarkisme. Setiap kali main dengan Persela atau Petrokimia, kita dipenuhi rasa takut jangan-jangan para bonek akan berulah tidak terpuji. Setiap main di Jakarta, warga ibu kota juga dilanda ketakutan akan kehadiran bonek.
Mudah-mudahan di usianya yang ke-79 kali ini, para bonek akan lebih cerdas dalam mengelola emosinya, sehingga semangat multikultural, semangat yang menghargai orang lain sebagai saudara akan tertanam dalam jiwa kita semua pendukung Persebaya. Selamat ultah Persebaya!
(tom_saptaatmaja@yahoo.com)
Tom Saptaatmaja
Kolumnis gibol, dan pembawa acara di Café Multi Etnis 104,7 SCFM Trijaya Surbaya. Sumber: Metropolis Jawapos